Monday, December 31, 2012


CINTA SEJATI

Sejak kehadiranmu hingga kini
Ruang hatiku beraroma wangi
Buaian bunga-bunga rindu menari
Yang kau tinggalkan dihati

Makin hari bersemi
Tanpa layu senyum ini
Tersirami cinta suci
Darimu kekasih hati

Jangan biarkan aku sendiri
Kuhanya ingin memiliki
Dirimu seutuhnya cinta sejati
Menjadi harga mati tak tertawar lagi

Andai ada pengganggu hati
Hati ini tegas menghadapi
Janganlah engkau ragu lagi
Hati ini milikmu abadi

***
(Khalil Gibran)


Namamu Terukir di Telapak Tanganku


karena aku mendambakan
kehidupan abadi yang tak diukur

...dengan detik
...dengan menit
...dengan jam,
...dengan hari
...dengan bulan

atau
dengan tahun

aku ingin mengarungi angkasa luas
yang tanpa batas
menjelajah planet yang satu
ke planet lain,
‘ku menyadari,
waktu di sini, kendati diriku masih bermakna bagimu
tapi terlalu singkat untuk penuhi kewajiban
pada Sang Khalik...

usah ragu,
tidak hanya di sini,
di planet lain, apakah di Mars, di Venus,
atau di Pluto
‘kan kuciptakan jejak langkah, yang bisa kau singgahi kelak...

kebun-kebun yang indah dan rindang,
kembang berwarna-warni
telaga-telaga yang jernih
dan itu semua adalah persembahanku padamu
‘tuk engkau nikmati
sebagai ukiran cinta padamu

karena kalaulah engkau tahu,
t‘lah terukir  namamu di telapak tanganku
***(ama Ronald)


Cerpen

“ CEWEKNYA MAU, COWOKNYA MAU JUGA, TAPI MALU-MALU”

Taman bunga yang menghampar di depan, serta gemericik kali Ciliwung mampu menahan langkah mereka.
Si cewek, dari balik kacamatanya yang min seperempat sering mencuri pandang mengamati pria ganteng berwajah keras dan kumis yang tebal.
Sang cowok mau. Tapi malu.
Sang cewek mau juga. Tapi malu-malu.
Mereka bertatapan. Sama-sama malu.
Sang cewek tersenyum manis. Tapi sang cowok memalingkan wajah karena malu.
“Kau suka udara seperti ini?“  sang cewek memulai.
“Iya, aku suka. Hampir menyerupai kampungku.“
“Kau suka air Ciliwung?“
“Iya. Suaranya mirip sungai di kampungku. Aku akan gubah lagu kenangan,“ ujar si cowok, masih tetap dengan malu-malu.
“Lagu kenangan?“
“Iya!“
“Kenangan apa?“
“Kenangan akan peristiwa ini.“
“Taman dan suara Ciliwung kau maksud sebagai peristiwa?“
“Iya. Dan juga yang lain.“
“Yang lain mana maksudmu?“ sang cewek mendesak pingin tahu.
Sang cowok tersipu malu. Ia tak sadar. Rahasianya terungkap. Tapi sang cewek suka.
“Ah, lupakan saja. Maksudku…ah, sudahlah, ” seru sang cowok dengan mengajak sang cewek untuk kembali ke tempat di mana kawan-kawannya menunggu.
“Tunggulah, Bang. Aku rasanya ingin menyatakan sesuatu. Sesuatu yang aku pikir, tempat ini menjadi saksi untuk mendengarnya.“
“A...a...Aku belum siap. Kau mau menundanya?“
“Tidak. Aku akan duduk di sini, yah di sini, sebelum kau mau mendengarnya,“ ujar Sang cewek sambil meremas tangannya sendiri.
“Kau serius?“ tanya sang cowok dengan suara kecil gemetar.
“Aku serius. Sungguh!“
“Haruskah di sini itu kau sampaikan?“
“Yah. Aku suka tempat ini, seperti kau juga menyukainya. Maksudku kita sama-sama menyukai tempat ini. Karenanya, aku ingin menyatakan sesuatu di sini.“ Uajr si cewek serius,  dengan dada turun naik menahan nafas.
“Katakanlah. Katakan yang ingin kau katakan,“ kata Sang cowok.
“Bang..., aku tidak tahu mengapa. Aku sebenarnya sudah punya kekasih. Kami sudah pernah berciuman. Maksudku, pipiku sudah pernah dikecupnya. Tetapi rasanya hambar. Hambar sekali. Begitu kulihat dan kita berkenalan, rasa-rasanya keinginan seperti itu timbul lagi. Maksudku, aku ingin itu kau lakukan padaku. Ah aku jadi malu, Bang!“
“Baiklah. Kita mempunyai hasrat yang sama. Taman Bogor ini menjadi saksi peristiwa ini. Cuma jangan sampai kau beritahu Albiker. Aku bisa dituduh pengecut.“
Sang cowok dan cewek itu lalu berikrar. Aku dan kau satu. Kita dua, tetapi satu. Kita kembali ke Jakarta dan kita menghadap orang tuamu.“ Married was built in heaven.“
***
 (arsip 1989)

Malungun tu Dainang


marsak do ho inong di pudian ni ari, andorang  so ditopot ho Panompa mi,
sipata doi  alani pangalaho ni pinomparmu, mambaen bagas jut ni roham
olo muse do, ala dibege sipareonmu,  nahurang sidabuan ni anak dohot  boru
na tinubuhonmi, di huta parserahan, na so ra holsoan, nang pe sai marhoi-hoi ho
di huta hatubuan, inganan ni anggi-anggi andorang tubu tu hasiangan on.

diholtingho do inong siubeonmu, huhut diorui ho harbue sanggomak tu sanggomak
sian sipaha sada sahat tu sipaha sia,
otik sian  sinarim marrengge-rengge dipaharuar ho sian baluang mi,
dipamasuk ho tu bulu potonganmu, asa adong jamahononmu
laho  pangoli nang pamuli sude na sian siubeon mi.

dung marhabong au inong, jala tarbaen au habang
sian ombun na marembas di tonga-tonga ni langit,
mangaranap simalolong hi, naeng manghasiholi
pasaut sangkap na mian di ate-atem na dipatolhasmu
andorang so dirgak dope simajujung hi…

hape dang tarjorat au ho, ai nunga mangarade ompu mula jadi nabolon
di jou ho hatop tu lambung-Na,
lao paias pahean-Na,
manggorgori paridian-Na,
mandampol  sude ngalut ni daging-NA
huhut mangendehon ende :

‘sonang di lambung na,
sonang na ro tusi’

manettek ilukki inong, mangingot sude parsorionmu
na mangalaosi tao silalahi,
manghaliangi dolog ni tigaras
manganju umbak ni haranggaol
suang songoni alogo ni tulas na songon haba-haba.

dang mabiar ho inong,
 mandalani golap-golap di huta :
sungai bulu, bengkel, perbaungan, lubuk pakkam,
sipata so diingotho naung male siubeonmu
nangpe naung marsori-sori ho di parrengge-renggeanmu
sian manogot sahat tu bot ari,
asal ma adong tongosonmu tu anak hasian na marboru ni ibotomi.

e, tahe, inong, inong namalo manganju
naeng pajojoron hu sude na buni  di atek-atekki,
alai ilukki sai maraburan, mangambati nanaeng sipatolhasonki
sonang  ma ho inong di bagas ni ompu mulajadi nabolon i
na burju jala parasi roha i.
modom ma au
ro maho inong tunipikki.

c c c


Sertai  aku menyanyi dengan Gitarmu