Cerpen
“ CEWEKNYA MAU, COWOKNYA MAU JUGA, TAPI MALU-MALU”
Taman bunga yang menghampar di depan, serta
gemericik kali Ciliwung mampu menahan langkah mereka.
Si cewek, dari balik kacamatanya yang min
seperempat sering mencuri pandang mengamati pria ganteng berwajah keras dan
kumis yang tebal.
Sang cowok mau. Tapi malu.
Sang cewek mau juga. Tapi malu-malu.
Mereka bertatapan. Sama-sama malu.
Sang cewek tersenyum manis. Tapi sang cowok
memalingkan wajah karena malu.
“Kau suka udara seperti ini?“ sang cewek memulai.
“Iya, aku suka. Hampir menyerupai
kampungku.“
“Kau suka air Ciliwung?“
“Iya. Suaranya mirip sungai di kampungku.
Aku akan gubah lagu kenangan,“ ujar si cowok, masih tetap dengan malu-malu.
“Lagu kenangan?“
“Iya!“
“Kenangan apa?“
“Kenangan akan peristiwa ini.“
“Taman dan suara Ciliwung kau maksud sebagai
peristiwa?“
“Iya. Dan juga yang lain.“
“Yang
lain mana maksudmu?“ sang cewek mendesak pingin tahu.
Sang
cowok tersipu malu. Ia tak sadar. Rahasianya terungkap. Tapi sang cewek suka.
“Ah,
lupakan saja. Maksudku…ah, sudahlah, ” seru sang cowok dengan mengajak sang
cewek untuk kembali ke tempat di mana kawan-kawannya menunggu.
“Tunggulah, Bang. Aku rasanya ingin
menyatakan sesuatu. Sesuatu yang aku pikir, tempat ini menjadi saksi untuk
mendengarnya.“
“A...a...Aku belum siap. Kau mau
menundanya?“
“Tidak. Aku akan duduk di sini, yah di sini,
sebelum kau mau mendengarnya,“ ujar Sang cewek sambil meremas tangannya
sendiri.
“Kau serius?“ tanya sang cowok dengan suara
kecil gemetar.
“Aku serius. Sungguh!“
“Haruskah di sini itu kau sampaikan?“
“Yah. Aku suka tempat ini, seperti kau juga
menyukainya. Maksudku kita sama-sama menyukai tempat ini. Karenanya, aku ingin
menyatakan sesuatu di sini.“ Uajr si cewek serius, dengan dada turun naik menahan nafas.
“Katakanlah. Katakan yang ingin kau katakan,“
kata Sang cowok.
“Bang..., aku tidak tahu mengapa. Aku
sebenarnya sudah punya kekasih. Kami sudah pernah berciuman. Maksudku, pipiku
sudah pernah dikecupnya. Tetapi rasanya hambar. Hambar sekali. Begitu kulihat
dan kita berkenalan, rasa-rasanya keinginan seperti itu timbul lagi. Maksudku,
aku ingin itu kau lakukan padaku. Ah aku jadi malu, Bang!“
“Baiklah. Kita mempunyai hasrat yang sama.
Taman Bogor ini menjadi saksi peristiwa ini. Cuma jangan sampai kau beritahu
Albiker. Aku bisa dituduh pengecut.“
Sang cowok dan cewek itu lalu berikrar. Aku
dan kau satu. Kita dua, tetapi satu. Kita kembali ke Jakarta dan kita menghadap
orang tuamu.“ Married was built in heaven.“
***
(arsip 1989)
No comments:
Post a Comment