Tuesday, September 26, 2006

Matahariku



(Matahari yang kemarin kugenggam,
jatuh berpencar-pencar di ujung cakrawala.
Menyisakan bayang-bayang kesunyian.
Kuharap engkau menangkapnya kembali kekasih...Untukmu. Untuk kau perbaiki warnanya, untuk kau tata bentuknya.
Untuk kau sempurnakan susunannya
dan
kupersembahkan matahari itu hanya untukmu.)

Monday, September 25, 2006

Memory Gadis Kecilku

Ragu.

Namun kesan indah membekas tajam dalam kalbu, saat kita karab dalam lamunan, dala dua tangan menyatu berikrar dalam “cinta yang tidak pasti.”

Sore, ketika angina laut menyentuh sekujur badan, bayangmu gadis kecilku begitu lengket,dan menyapa hati yang kering-kerontang, menembus “nyawa hati” yang lam dan hingga kini belum tersiram.

Gadis kecilku,

Malam-malam yang kulalui begitu sarat dengan mimpi-mimpi indah bersamamu. Aku tahu dan itu pasti, layer cinta yang terkembang tak lama lagi akan terlepas, karena kau sadar telah mencintai laki-laki yang salah.

Manisku,

Jangan lalukan aku dalam bayangmu, meski kau sadar, bahwa kau tidak mungkin untuk memiliku dan aku pun tidak mungkin memilikimu. Kelak, jika angina berlalu dan musim berganti, dan kita bis saling menyapa dan bergandengan tangan seperti yang lalu, pasti kepenatanmu akan sirna. Karena itu, aku akan menunggu angin itu, kendati aku tahu menjaring angin adalah pekerjaan sia-sia. (Memory 1993)

Saturday, September 23, 2006

Our Father in Heaven

Sangat banyak yang letih berpikir karena tidak memiliki apa-apa agar memiliki apa-apa. Dan begitu banyak yang teramat lelah karena memiliki terlalu banyak apa-apa.

Guru letih berpikir bagaimana mengajar murid agar bisa mengerti, dan murid juga letih mempelajari agar bisa mengerti, apa-apa yang diajarkan oleh guru.

Seorang polisi letih mencari metoda bagaimana dengan mudah menangkap buronan. Dan sang buronan demikian lelah mencari siasat bagaimana cara terbaik menghindar dari buronan polisi.

Jadi siapakah yang tidak letih dalam hidup ini?

Kalau demikian halnya, baiklah kita menerima saja apa yang menjadi tugas kita, sebelum menghadap-Nya, dan jangan-jangan untuk menyederhanakan pikiran manusia yang rumit, mendorong Mateus menulis ucapan Jesus dari Nazareth…

(Our Father in heaven
May your holy name be honored
May your Kingdom come
May your will be done on earth as it is in heaven
Give us today the food we need
Forgive us the wrongs we have done,
as we forgive the wrong other have done to us
Do not bring us to hard testing, but keep us safe the evil one
For Yours is the Kingdom and the power and the glory forever.
Amen)
***


Tuesday, September 19, 2006

Melintasi hatimu

MEMORI MELINTAS HATIMU

Senja mulai bergulir setelah berhasil mengusir siang
Dan malampun merambat pasti…
Rintik hujan tak menghentikan langkahmu ntuk menggandengku menyeberang jalan itu…

Sempat kubisikkan nyanyian musim di telingamu…
Buktinya kau bahkan menghapus titik-titik hujan di pelupuk mataku
Yang nyaris tergelincir…

Daaa…
Mikrolet yang kau hentikanpun membawku pergi jauh darimu…

Lama…

Hingga Hilton dilumuri senja kemerahan


(Mengapa jiwaku bergetar
sedang kau tepat di depanku…)

Adakah kau lihat lagi sisa rintik hujan yang masih membekas?

Kali ini kau biarkan,
entah karena nyanyianku masih bersembunyi di balik kesadaranmu…

Bulan mulai membulat…

Tapi kitapun tak kunjung bosan membelah malam,
Menjadi dua cermin retak

Dipantulkannya kita saling mencari
seperti ada yang hilang, sementa kita tak ingin cengeng pada nasib
Dimana kita pernah melepaskannya…

Lalu katamu,
(“Kau yang berhak…
Karena di dalam dirimu kutemukan yang kucari,
agar bibirku terkatub dalam kedamaian.”)

Dan,
(Kitapun tiba kembali di ujung jalan itu
bertahun yang lalu… )

Adakah yang bernama kelak kan merangkai
sebaris kenangan yang tak lunas?
Mampukah kita menangkap rahasia yang terlanjur tak tuntas?

Ah, ternyata kita hanya lintasan yang letih dilewati

Tanyamu lirih,
(“Mampukah kau memaknai air mataku?”)

“Ah, andai ku mampu menghitung tiap tetesnya,
kan kureguk hingga tetes terakhir…”jawabku

Tapi kau tetap keras kepala…
Kebenaran yang sudah kau beli, haruskah kau jual lagi?
Tak cukup berartikah kedalaman rinduku, ntuk mewarnai ubanmu?
Tak cukup bermaknakah cahaya yang kutebus dengan redup cermin terbelah ini?

Ya sudah!
Apa boleh buat,
Akupun pasrah!
Adakah yang dapat kita temukan dalam kelam cermin retak,
Bisakah kita menangkap hari-hari yang telah lewat?

Selamat tinggal, kekasih…!

Izinkan aku kembali ke keabadianku yang tak pernah sampai
Dari keabadian ini, aku kan tetap menjadi mataharimu
Karena kutahu,
kendati kau tak dapat menatap langsung ke matahari itu,
namun kau tak dapat memandang apapun tanpa matahari itu.

***

Friday, September 08, 2006

Hanya Dirimu Dan Engkau saja


HANYA DIRIMU, DAN ENGKAU SAJA

“Tutup matamu dan tataplah aku,”ujarmu kala itu.

Akupun patuh, bahkan, amat patuh!

Kini kupandangi dirimu, karena bumimu, bukan lagi bumiku. Dan begitu lamanya, tak kulihat lagi sang Rajawali sipenakluk angkasa, juga tak kutemui lagi ia merambah bumi dimana air kehidupan mengalir dalam diam seribu bahasa.

Ya, demikian lama tak kulihat lagi dirimu yang dulu meratapi kerajaan ayahanda yang duduk dipundak kehidupan dalam sendiri dan kesendirian..

Oh, mataku semakin letih. Kendati demikian aku tak meliaht lagi engkau yang menjadi cahaya matahari, menghangatkan tiap sudut istana sang ayah...

Kucari...

lalu tak kulihat lagi dikau yang dahulu menanggalkan kehendak egomu ntuk menertawai hari-hari, agar tak pernah ada hari-hari menertawai orang-orang di dekatmu.

Kendati aku sudah berlalu....

Semua yang berlangsung dalam panggung jiwamu masih bergetar ke tempat di keabadianku…dan pelipuran akan segera dilahirkan oleh kesaksian, karena begitu banyak yang harus dibanggakan, termasuk air matamu...

Seandainya kau bukan butir gandum yang tumbuh di ladang ayahandamu, niscaya gadis-gadis kecil yang lapar itu tak kan menemukanmu, dan dengan biji-bijimu, mereka menyingkirkan tangan sang ajal dari diri mereka…

Kalau saja kau bukan buah dikebun ayahandamu, niscaya perempuan yang lapar dan haus itu, tak kan bisa memetik dan melahapmu...
Pabila kau bukan seekor burung di angkasa, tak kan ada tiga bocah lapar dan dahaga memburumu dan dengan tubuhmu, mereka menyingkirkan bayang-bayang kuburan dari raganya…
Ah, andai saja ketika itu telinga kemanusiaanmu terkunci, kecuali untuk jeritanmu sendiri..

Andai saja dahulu kalian semua hanya menjerit, akankah jeritan itu mampu menghalangi sisa hidup mereka?

Dan akankah air mata kalian yang dahulu itu mampu memuaskan kehausan mereka?
Biar, biarlah hasian...

Hari itu akan tiba,

Ketika mereka berdiri menatap manisnya kasih dan pahitnya kedukaan yang tampak ke luar dari pusara seorang pemuda yang menebus hidupnya demi kehidupan di kerajaan, bahkan di ladang sang ayah.

Dan di keabadian inipun akan terkenang tentang seorang arjuna yang memberi hidupnya
untuk orang-orang yang nyaris kehabisan hidup.

Lalu terciumlah harum namamu yang bertebaran dari relung hatimu yang menjadikan mereka merdeka dalam cahaya siang dan ketenangan malam.

Hingga akhirnya,
bersyukur adalah bagianmu hasian...

Karena
Engkaulah tarikan nafas lautan,
engkaulah air mata langit
dan
engkaulah senyuman bumi.
***
(Aha do alana,
dia do bussirna
hasian...
Umbahen sai muruk ho tu ahu
sipata sitik so ada nama i
dibaen ho mangarsak au

Molo adong nasala,
manang na hurang pambahenanhi
sai anju ma au, sai anju ma au,
ito na lagu...)
Jangan Ciptakan Andung-andung Untukku
Kekasih jiwaku...
Inikah waktunya ‘tuk pulang?
Inikah saatnya buat kembali?
Dan adakah yang disebut perpisahan?
Ah, aku tak ingin ada air mata...
Karena kendati hari kemarin, kini atau esok
menyapa kita dengan sebutan makhluk hidup,
kita tetap saja hanya partikel-partikel debu yang beterbangan,
berputar-putar di dalam kehampaan abadi…
yang hanya bisa membuat kita menyerah dan patuh dan kemudian patuh.
Cinta yang kita banggakan atau kebahagiaan yang kita impikan,
bukan berasal dari kita dan bukan pula milik kita
Semua itu tak pernah ada dalam diri kita,
kecuali dalam kehidupan itu sendiri…
Karena itu, tersenyumlah sayang...
Tersenyum bersama kenangan yang pernah terukir,
Ketika jiwamu dan jiwaku hidup bersama-sama di satu kebahagiaan yang menyedihkan..
Karena kalaulah engkau pahami, betapa senyummu menyimpan pengakuan tentang siapa engkau bagi diriku…
Ya, siapakah engkau bagiku?
Engkaulah kebutuhan jiwaku yang terpenuhi.
Engkaulah ladang hati, yang dengan kasih kutaburi
dan kupungut buahnya penuh rasa terima kasih.
Aku menghampirimu, di kala hati gersang kelaparan,
dan mencarimu dikala jiwa membutuhkan kedamaian.
Engkaulah sahabat yang senantiasa memperkaya jiwaku.
Karena itu, izinkan aku menuai cinta di kesunyian yang sepi ini
Jangan, jangan buatkan aku andung-andung perpisahan
Karena akan membuatku ragu akan sayapmu yang mampu terbang ke balik awan,
menyaksikan jiwaku dan jiwamu...
Tapi bukan berada dalam terowongan yang digali pendeta..
karena mungkinkah pendeta menjadikan kita satu cabang dari pohon kehidupan...?
satu kata dalam bibir Tuhan...?
Masih ragukah engkau sayang?
Percayalah kekasih...
Kendati lidah kehidupan terdiam kaku...
Engkau slalu berada dalam lingkaran cahaya
yang awalnya adalah akhir dan akhirnya adalah awal.
Lingkaran itu slalu mengelilingi dan trus memelukmu..Karena akulah lingkaran itu...

I Craft your name in my hand


Namamu Telah Terukir
di Telapak Tanganku


Karena aku mendambakan
Kehidupan abadi yang tak diukur
...dengan detik
...dengan menit
...dengan jam,
...dengan hari
...dengan bulan
atau
dengan tahun
Aku ingin mengarungi angkasa luas
yang tanpa batas
Menjelajah planet yang satu
ke planet lain,
‘ku menyadari,
waktu di sini, kendati diriku masih bermakna bagimu
Tapi terlalu singkat untuk penuhi kewajiban
pada Sang Khalik...
Usah ragu,
Tidak hanya di sini,
di planet lain, apakah di Mars, di Venus, bahkan di Pluto
‘kan kuciptakan jejak langkah, yang bisa kau singgahi kelak...
kebun-kebun yang indah dan rindang,
kembang berwarna-warni
telaga-telaga yang jernih
dan itu semua adalah persembahanku padamu
‘tuk engkau nikmati
sebagai ukiran cinta padamu
Karena kalaulah engkau tahu,
t‘lah kuukir namamu di telapak tanganku.

Met Ulang Tahun Anakku

Met Ulang Tahun
(‘tuk : Hubert Aria Ximenes Famosando)

Hari yang indah
Sejarah bagimu
Suka dan senang t’lah kau lalui…

Perjalanan hidup meski tak hanya sampai hari ini
Tapi kuyakini, hari ini, bahagia bagimu
‘tuk sampaikan trima kasih pada pencipta-Mu.

Hari ini 17 tahun yang lalu
Sang Khalik mengutusmu ke dunia ini
‘tuk menjadi pelayan-Nya.

Di dunia ini engkau akan berkarya
Dan menumpahkan kemampuan yang ada
Dalam kesulitan dan kemudahan yang datang silih berganti
Tak perlu berhenti mengucap syukur pada-Nya.

Kini dalam blog MusikHidupCinta ini,
Seputih hati sampaikan “Selamat Ulang Tahun anakku”
Kendati hanya sepotong kalimat yang bisa kupersembahkan
Tapi kebahagiaan nan tertinggi bila senyum indah tampak menyertai hidupmu hari ini dan esok.


Salam dan kecup ayahmu
Laris Naibaho

(27 September 1989-27 September 2006)












Thursday, September 07, 2006

HOLANHO

Holan Ho

Petiklah cinta kasih setiaku
Yang kugenggam bersinar kemilau
Bila esok hari kutatap matamu
Pandanglah aku dengan penuh kesejukan.

Usah ragu menyampaikan hasratmu
Jangan khawatir ucapkan kerinduanmu
Aku tetap milikmu
Dan takkan pernah berlalu…

Kekasih
Rinduku selalu menggunung
Cintaku tetap dahsyat setinggi ombak
Dan kendati perjumpaan tidak memihak kita
Tapi adakah yang lebih tinggi dari ketulusan cintaku?

Urat Kehidupan

U r a t K e h i d u p a n

Nadimu bukan sumber kehidupanmu,
dan kendati kau coba ribuan kali tuk memisahkannya dari tubuhmu, nyawamu takkan beranjak pergi...

Lalu, jutaan pertanyaan akan selalu muncul,
mengapa kau masih menghirup alam fana ini?

Engkau boleh ragukan sinarnya bulan,
Juga tidak apa-apa bila dirimu menyangsikan panasnya matahari,
Tapi jangan ragukan,
Sekali lagi, jangan ragukan rohku yang selalu bersekutu dengan langkahmu setiap saat...
yang menyertai jiwa dan ragamu mengarungi samudra kehidupan...
yang jikalau kau cermati...
yang jikalau kau renungkan pada setiap detik pada nadi kehidupanmu,
di sana aku ada,
di sana aku bersemayam,
dan jika dirimu menyadari,
itulah sumber kebahagiaan...
dan karena aku memang adalah kebahagiaan itu sendiri...

Bobo, bobolah...

Bobo,bobolah...

Bola matamu masih tak juga lelah menatap langit-langit kamar tidurmu,
Pikiranmu trus melakukan pencarian, dan tak pernah putus asa singgah di tempat-tempat yang pernah kita lalui,

Musik yang biasanya meninakbobokkanmu tak lagi mampu menenteramkan jiwamu yang kosong...
dan pipimu kini bagaikan sungai tuk menampung airmatamu yang trus mengalir...

Dinda, kekasih jiwaku...
Dinda, kekasih abadiku...
Usah sia-siakan waktu dan perjalanan hidupmu,
Cinta dan air matamu, takkan dapat bangkitkan lagi jasad ini...
Aku sudah pergi dan tiada,
Dan tidak mungkin ada lagi kecuali pada kehidupan yang engkau dan aku masih trus mencari...

O, Tuhan...
Oh, Sang Khalik...
Jangan biarkan kehidupannya dalam ketidak pastian,
berilah, sinar kehidupan dalam pikirannya yang sederhana...
agar ketika aku menjemputnya di “tanah perjanjian” aku masih bisa tetap melihat cinta yang tulus dari balik kelopak matanya...

Bobolah sayang,
Bobolah kekasih,
Biarkan esok pagi matahari menjemputmu dengan kehangatan abadi...seperti kehangatan cinta yang selalu kupersembahkan padamu...

Bobolah manis...Dari tempat yang sunyi dan sepi ini, akan kutatap dirimu, hingga mimpi-mimpi indah memeluk tidurmu.

Harum Bungamu


Harum Bungamu

Tetes air matamu mengalir dan kini membasahi jasku,
Harum bunga yang kau taburkan digundukan merah menyadarkanku
Betapa cinta tidak pernah lekang dari hatimu...

Engkau datang ke sini, setelah semua meninggalkan dan tak pedulikan lagi jasad ini...
Kemarin engkau hanya bisa menangis dari kejauhan, dan jiwamu menerawang ke tempat-tempat yang kita singgahi untuk mengisi benakmu yang kosong.
Dadamu menyesakkan kerinduan abadi, karena aku tak pernah lagi melintas dalam pandanganmu...

Dengan jelas kutatap dari sini,
Sekeliling matamu yang sembah
Dan tungkai kakimu yang lemah...
Kerinduanmu yang sejak lama tertahan,
kini kau lampiaskan dengan mencabik-cabik gundukan merah yang menyelimutiku...

Kekasihku,
Jangan menyesali perpisahan ini,
Ini takdir...

Jangan merindukan pertemuan kita yang dulu, karena akan semakin dalam rindumu padaku...
Kekasihku,

Pulanglah,
tebarkan senyummu ke selembar foto yang kuhadiahkan padamu,
Sapu tangan biru berinitial namaku, akan menjadi pendampingmu dalam suka dan duka.
Jadi, pulanglah kekasih... aku menunggumu di kebun cinta yang menjadi dambaan hati kita.

Dimana Kalian?

Dimana Kalian?



Di manakah kalian semua,
Di sini gelap, dan tidak ada teman.
Aku ingin berbagi suka,
Bermain catur,
Memetik gitar,
Dan menyanyikan lagu-lagu pujian…
Aku juga ingin menulis puisi,
Membaca suratkabar, majalah…
juga buku-buku serta ingin mencium bau terasi…
ah,
di manakah kalian semua?

Jangan Menangisiku

Jangan Menangisiku

Jangan meneteskan air mata di gundukan tanah merah ini,
Berbaliklah, dan tidak usah menoleh lagi…
Langkahkan kakimu,
dan bercengkremalah dengan putra-putri titipan Sang Khalik,
Mereka menunggumu…
Mereka ingin melihat senyummu,
Mereka ingin melihat kebahagiaan melintas dalam wajahmu…

Begitu panjang waktu engkau lalui
Cukup lelah menanti dalam ketidak pastian,
Engkau letih menunggu yang tidak pernah kembali,
Karena memang aku tidak pernah pergi.

Tegarkan hatimu,
Aku pergi membangun jalan keabadian tuk kita lalui bersama…
Jalan itu…
‘kan menjadi tempat kita bermesraan,
dan jadi saksi keabadian jiwa dalam merajut cinta yang tak terwujud di dunia…
Sebab, apalah makna cinta dunia,
Apalah artinya cinta yang didefinisikan dunia,
Cinta dunia tidak seluas lapangan cinta yang akan kubangun…
Dan menjadikannya satu-satunya tempayan cinta kita yang tidak terwujud di sini…

Pulanglah…
Jangan menangis dan usah tangisi segala yang ada,
Aku adalah bayang-bayang yang selalu membuat hatimu meringis dan jadikan hatimu pilu… dan kini telah tiada, karena kendati selama ini ada, aku selalu tiada…




Barkah 49, 8 November 2004

Destiny

Takdir

Ketika bumi merayakan kelahirannya,
ketika bumi merayakan kehadirannya,
Di hari yang sama, 47tahun yang lalu
Ia telah berjalan 47 kali mengitari matahari.
entah berapa kali bulan terbang mengitarinya
dan belum juga ia pahami misteri cahaya.

Selama 47tahun, sering kali terjadi
Ia jatuh hati pada kematian
yang namanya diserukan dalam bisikan mesra
Kini tak lagi ia berharap pada kematian…
hidup dan mati sama-sama indah baginya
dan ia mulai menjadikan semua hari sebagai hari kelahirannya…
Sebab kini, ia tak lagi seekor ayam
namun rajawali, yang mulai terbang
meraih harapan yang terabaikan.

***
(Dari Kekasih Jiwaku yang kini diam "dikeabadian" Mengenang hari kelahiran yang, 4 oKTOBER 2006 tak membutuhkan perayaan…)

Di Ujung jalan itu...

Tak sepotong kata kau alirkan dari bibirmu
engkau diam seribu bahasa
dan tak pedulikan kerengsaan di jiwaku yang kosong.

Sebait kalimat darimu, senantiasa memompa semangatku
tuk trus berjuang di jalur ikrar,
oh kekasih jiwaku
di manakah engkau ?

Haruskah telinga rajawalimu
mengembang t'rus tanpa pernah dengar suara nyaringmu.

Aku merindukan tawamu,
aku merindukan potongan-potongan kalimat pendek dari bibirmu
aku membutuhkan doa-doamu yang tulus untuk melapangkan langkahku
Oh kekasih jiwaku, nyanyikan sebait lagu untukku
(diujung jalan itu
bertahun yang lalu...)
***

Saturday, September 02, 2006

Memory Ulang Tahun


Mentari bersinar terang
Mutiara memancarkan kemilau
Saat senyum dan keriangan terpantul dari wajahmu
Hati ayahandamu bersorak gembra.

Ananda Famosando
Kutoreh namamu, paduan nama filsuf dan satria
“Hubert Aria Ximenes Famosando”
adalah harapan kepada Sang Pencipta, agar kelak ananda menjadi bintang di antara satria karena ketegaran dan kebijaksanaanmu.

Ananda Famosando
Hari nan indah, Selasa 27 September 1994, 5 tahun sudah usiamu, terpaut hati dan harapan nan begitu dalam, “Jadilah seperti cita dan harapan ayahmu”

Hari ini,kulepas kata indah, berulang dari kata nan lalu : Selamat Ulang Tahun Anakku

Dari Ayahmu

Laris Naibaho

Kukasihi engkau melebihi diriku



Anakku,

Aku hidup untukmu,

Kendati tubuhku letih, dan kerap pikiranku penat, tapi kuteguhkan hatiku untuk tetap melakukan sesuatu untuk baktikan diri dan berbuat sesuatu yang terbaik untukmu anakku.

Percaya padaku, aku mencintaimu melebihi diriku, dan karena itu aku senantiasa berdoa untukmu, semoga kebahagiaan senantiasa mengiringi langkahmu di mana pun.

Ballad Of lonely Lover

Ballad Of lonely Lover

If I remember when we walk together
I picked a guitar and we sing together
You promised me to stay forever
And would not roam wherever

But now, you’ve gone so faraway
My heart is broken, I don’t know how to say
That I love you so mach anyway
As I feel so blue and gray

Please, don’t you hear the music in my heart
The beating sound that burst apart
Why don’t you sayye when goodbye when you depart
And kiss me once again like at start?

My God, my Lord you migh find another
Let him treat you as I am your brother
If death divorce aou love so tender
May I become your eternal lover?
***